Pembuktian Terbalik Dalam Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi

Penulis

  • Yuni Priskila Ginting Universitas Pelita Harapan
  • Audy Arcelya Universitas Pelita Harapan
  • Brenda Hernico Universitas Pelita Harapan
  • Donald Franks Ginting Universitas Pelita Harapan
  • Edgar Christiano Kalesaran Universitas Pelita Harapan
  • Edric Hezekiah Rusli Universitas Pelita Harapan
  • Jovan Vincentius Toding Universitas Pelita Harapan
  • Rifky Bagas Setiyarso Universitas Pelita Harapan
  • Yovania Sipayung Universitas Pelita Harapan

DOI:

https://doi.org/10.58812/jpws.v2i10.657

Kata Kunci:

Pidana Terbalik, Pemeriksaan, Tindak Pidana Korupsi

Abstrak

Meningkatnya jumlah kasus korupsi telah mengakibatkan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem peraturan dan pengaturan pidana. Satu strategi pembuktian yang sering digunakan dalam kasus ini adalah pendekatan pembuktian terbalik. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi situasi di mana pembuktian terbalik diterapkan terhadap terdakwa dalam kasus-kasus korupsi dan untuk melakukan analisis tentang cara bukti-bukti digunakan dalam kasus korupsi serta mengidentifikasi hambatan-hambatannya. Penelitian tesis ini tergolong dalam jenis penelitian hukum normatif, yang mengintegrasikan berbagai teori hukum, termasuk teori penegakan hukum, teori bukti, dan teori keadilan. Hasil penelitian ini mengungkap bahwa dalam kasus korupsi, penerapan pembuktian terbalik umumnya berlaku, terutama dalam kasus suap dengan nilai transaksi sebesar 10 juta rupiah atau lebih, serta dalam konteks bukti kepemilikan aset oleh terdakwa yang, meskipun tidak dijadikan sebagai dasar dakwaan, diduga terkait dengan tindak pidana tersebut. Saat ini, hambatan hukum yang menghalangi penerapan pembuktian terbalik masih tergolong rendah, sebagian karena hak tergugat untuk melakukan pembuktian terbalik diakui, namun tidak diwajibkan. Dalam konteks budaya hukum, peran jaksa masih sangat dominan dalam menghadirkan bukti-bukti untuk mendukung dakwaan mereka.

Referensi

Afrizal, R. (2021). Penguatan Sistem Peradilan Pidana Melalui Kewajiban Penyampaian Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan. Jurnal Yudisial, 13 (3), 391-408.

Aprita, S. (2020). Etika Profesi Hukum. Bandung: Refika Aditama.

Azizah, F. N., Kholifah, N., & Farhani, A. (2023). Penguatan Etika Profesi Hakim Dalam Mewujudkan Penegakan. SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i, 10 (2), 661-682.

Evi Hartanti. (2014). Tindak Pidana Korupsi Edisi Kedua . Sinar Grafika.

Fahira, M. A., & Fahmi, S. N. A. (2022). Professional ethics of judges in court. MILRev: Metro Islamic Law Review, 1 (2), 176-187.

Kamil, Ahmad. (2008). Pedoman Perilaku Hakim Dalam Perspektif Filsafat Etika. Majalah Hukum, Suara Uldilag , 13. Jakarta: MARI.

Marzuki, P. M. (2011). Penelitian Hukum . Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Subihat, I. (2019). Sistem Peradilan Di Indonesia Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yustitia, 5 (1), 27-62.

Soekanto, S. (2008). Faktor Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum . PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Undang Undang No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Undang Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Zuhriah, Erfaniah. (2008). Peradilan Agama di Indonesia Dalam Rentang Sejarah dan Pasang Surut . Malang: UIN Malang Press.

Unduhan

Diterbitkan

2023-10-31

Cara Mengutip

Ginting, Y. P., Arcelya, A., Hernico, B., Ginting, D. F., Kalesaran, E. C., Rusli, E. H., Toding, J. V., Setiyarso, R. B., & Sipayung, Y. (2023). Pembuktian Terbalik Dalam Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Jurnal Pengabdian West Science, 2(10), 973–994. https://doi.org/10.58812/jpws.v2i10.657