Konflik dan Sengketa Kepemilikan Tanah Adat Suku Anak Dalam
DOI:
https://doi.org/10.58812/jhhws.v2i09.649Kata Kunci:
Suku Anak Dalam, Penyelesaian Sengketa, Tanah AdatAbstrak
Konflik kepemilikan lahan adatselalu menjadi sengketa yang sukar diselesaikan.. Salah satu kasus persengketaan tanah adat yang ada di Indonesia adalah konflik agraria yang terjadi di Tebing Tinggi, Sumatera Selatan yang disebabkan oleh tidak adanya dokumen kepemilikan tanah. Artikel ini memiliki tujuan untuk menyelesaikan perdebatan antara kedua belah pihak yang bersengketa dan mengetahui langkah yang paling tepat dalam menyelesaikan sengketa tanah dengan langkah mediasi. Metode penelitian yang kami menggunakan dalam membuat artikel ini adalah penelitian hukum normatif. Hasil penelitian yang telah kami buat bahwa tanah itu merupakan tempat penghidupan manusia, dimana di dalam masyarakat adat tanah dibagi menjadi dua yaitu tanah menurut sifatnya dan tanah menurut faktanya, penyelesaian permasalahan sengketa tanah ini memiliki cara litigasi dan nonlitigasi untuk menyelesaikan permasalahan ini cara yang paling tepat untuk dilakukan adalah mediasi. Kesimpulan yang dapat diambil dari artikel kami ini adalah mediasi adalah cara yang paling efektif untuk menyelesaikan permasalahan sengketa tanah adat ini, karena dengan mediasi kedua belah pihak menginginkan keputusan yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kedua belah pihak.
Referensi
Ali Achmad Chomzah (2002), Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan 1 Pemberian Hak Atas Tanah Negara Seri Hukum Pertanahan II Sertifikat Dan Permasalahannya, (Jakarta: Prestasi Pustaka,), halaman 11
Dr. H. Erwin Owan Hermansyah Soetoto, (2021)., “Buku Ajar Hukum Adat”, (Malang: Madza Media,), hal 120
Hayatul Ismi, (2023) “Pengakuan Dan Perlindungan Hukum Hak Masyarakat Adat Atas Tanah Ulayat Dalam Upaya Pembaharuan Hukum Nasional”, jurnal ilmu hukum, Volume 3, No. 1. Diakses pada 12 September 2023
Irham Muhammad dan Astudestra Ajengsari, “Kelapa sawit: ‘Kami sudah sering dibohongi’ - Tiga generasi Suku Anak Dalam mengaku tertipu janji perusahaan sawit”, (https://www.bbc.com/indonesia/indonesia61482337), diakses pada 10 September 2023
Kurnia Warman dan Syofiarti (2012), “Pola Penyelesaian Tanah Ulayat Di Sumatera Barat (Sengketa Antara Masyarakat vs Pemerintah)”, MMH, Jilid 41. Diakses pada 10 September 2023
Maria Kaban (2016), “Penyelesaian Sengketa Waris Tanah Adat Pada Masyarakat Adat Karo”, Mimbar Hukum Volume 28, No 3, Halaman 452-465.Diakses pada 11 September 2023
Nia Kurniati dan Efa Laela Fakhriah, (2017) “BPN Sebagai mediator Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Di Indonesia Pasca Perkaban No. 11 Tahun 2016”, Sosiohumaniora, Vol. 19, halaman 97-99
Putra, I., Indraddin, I., & Miko, A. (2021). Penolakan Komunitas Lokal Terhadap Kedatangan Transmigran Suku Anak Dalam. Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya, 23(2), 175-183.Diakses pada 12 September 2023
Shebubakar, A. N., & Raniah, M. R. (2023). Hukum Tanah Adat/Ulayat. Jurnal Magister Ilmu Hukum, 4(1), 14-22.
Tobing, A. H. L., Limbong, D., & Isnaini, I. (2021). Peran BPN dalam Penyertifikatan Hak Milik Atas Tanah Adat di Kantor Pertanahan Kabupaten Samosir. Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS), 4(2), 1186-1198.Diakses pada 12 September 2023
Umar Hasan, S.H., M.H., (2019) “Model Mediasi Penyelesaian Sengketa Tanah Dalam Perspektif Hukum Adat,” Jurnal Inovatif, hlm. 122-140.Diakses pada 13 September 2023
Wenur, O. (2016). Konversi Hak Guna Bangunan Menjadi Sertifikat Hak Milik Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Lex Administratum, 4(1). Diakses pada 11 September 2023
Unduhan
Diterbitkan
Cara Mengutip
Terbitan
Bagian
Lisensi
Hak Cipta (c) 2023 Bella Fitria Ariyanti
Artikel ini berlisensiCreative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.