Peran Hukum Nasional dan Hukum Islam dalam Menyikapi Lahirnya Pemahaman Poliandri sebagai Gerakan Feminisme di Indonesia
Kata Kunci:
Poliandri, Feminisme, Kesetaraan Gender, HukumAbstrak
Gerakan feminisme merupakan aksi sosial yang menuntut adanya kesetaran hak dalam ruang lingkup gender. Saat ini, feminisme juga memasuki ranah keagamaan, khususnya agama Islam yang menekankan pada hubungan kekeluargaan rumah tangga, baik dalam hal parenting, pekerjaan rumah, hingga pada urusan status perkawinan. Maraknya konten-konten perselingkuhan di laman FYP Tiktok menimbulkan reaksi (khususnya perempuan) yang menuntut kebebasan poliandri sebagai bentuk kesetaraan gender. Namun, pada realitanya, poliandri merupakan perbuatan yang menimbulkan kemudharatan serta akibat hukum yang pelik. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan tujuan untuk mengetahui akibat hukum yang timbul dari poliandri melalui pemahaman undang-undang, asas, doktrin, dan kajian-kajian ilmiah sebagai dasar analisis permasalahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa poliandri sama sekali bukan suatu bentuk kesetaraan gender dalam paham feminisme, karena adanya poliandri justru menimbulkan atau kemudharatan bagi perempuan, di antaranya adalah pernikahan yang tidak sah dan menyebabkan dosa besar karena dianggap sebagai perbuatan zina, berpeluang untuk dipidana atas Pasal 284 KUHP, rusaknya garis nasab anak yang dilahirkan, potensi munculnya sengketa hak asuh dan nafkah anak di kemudian hari, hingga gugurnya hak perlindungan hukum.
Unduhan
Diterbitkan
Cara Mengutip
Terbitan
Bagian
Lisensi
Hak Cipta (c) 2022 Jurnal Hukum dan HAM Wara Sains
Artikel ini berlisensiCreative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.