Kepastian Hukum Atas Perjanjian Pengikatan Jual Beli Yang Dibuat Dihadapan Notaris Dalam Perkara Di Pengadilan Negeri Akibat Adanya Wanprestasi
DOI:
https://doi.org/10.58812/jhhws.v2i09.615Kata Kunci:
Notaris, Wanprestasi, Perjanjian Pengikatan Jual BeliAbstrak
Rumah merupakan kebutuhan dasar di samping sandang dan pangan yang harus dimiliki oleh masyarakat untuk kelangsungan hidupnya. seringkali rumah yang ditawarkan oleh pihak pengembang itu masih kondisi belum terbangun yaitu masih berupa kavling-kavling tanah. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) berisi mengenai hak-hak dan kewajiban para pihak yang dituangkan dalam Akta Jual Beli dan kemudian ditandatangani oleh para pihak dan saksi-saksi. Di dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli memuat perjanjian-perjanjian seperti harga, jangka waktu pelunasan, kewajiban para pihak, pembatalan pengikatan, penyelesaian pengikatan dan lain-lain, PPJB itu sendiri adalah perjanjian antara penjual dan pembeli sebelum dilaksanakan jual beli dikarenakan adanya unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk jual beli tersebut. Dalam suatu perolehan atas tanah dengan jual beli ini memerlukan adanya proses tertentu yang dilakukan di hadapan Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) guna dilakukannya peralihan dan pendaftaran tanahnya di kantor pertanahan sebagai dasar kepastian hukumnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan hukum perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat oleh Notaris dan Mengkaji bentuk interpretasi hukum atas perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat oleh notaris dari wanprestasi atas putusan pengadilan. Pada penelitian ini digunakan pendekatan yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini yaitu Unsur kepastian hukum dalam akta perjanjian pengikatan jual beli didapat dari dua hal, yaitu karena dibuat secara notariil yang merupakan akta otentik dimana sesuai dengan pasal 1870 KUHPerdata, akta otentik memberikan kekuatan pembuktian yang sempurna, dan Hakim menggunakan Interpretasi Restriktif dan Ekstensif, dalam penafsiran Ekstensif ada batas-batas yang ditetapkan oleh interpretasi gramatikal.
Referensi
Arina Ratna Paramita, Yunanto, Dewi Hendrawati, 2016, Wanprestasi Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah dan Bangunan (Studi Penelitian Pada Pengembang Kota Semarang), Diponegoro Law Journal, Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi, dan Pelaksanaannya, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta, 2008.
Fadhila Restyana Larasati dan Mochammad Bakri, 2018, Implementasi Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 Pada Putusan Hakim Dalam Pemberian Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Beritikad Baik, Program Studi Magister Kenotariatan Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Jurnal Konstitusi, Volume 15 Nomor 4 Desember 2018
Iskandar Muda, Perkembangan Kewenangan Konstitusional Mahkamah Konstitusi, Surakarta, CV Kekata Group, 2020.
M.Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986.
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), PT. Balai Pustaka (Persero), Jakarta, 2013, Ps. 1457.
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.
R. Setiawan, Pokok –Pokok Hukum Perikatan, Putra Abardin, 1978.
Subekti, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, 1998.
Unduhan
Diterbitkan
Cara Mengutip
Terbitan
Bagian
Lisensi
Hak Cipta (c) 2023 Alfiano Yusuf Setyawan, Iskandar Muda, Irwan Santosa
Artikel ini berlisensiCreative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.