Perlindungan Hukum Terhadap Korban Perdagangan Orang Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Studi Kasus Putusan Nomor 536/Pid.B/2019/Pn.Bdg.)
DOI:
https://doi.org/10.58812/jhhws.v2i01.185Kata Kunci:
Perdagangan Orang, KorbanAbstrak
Tindak Pidana Perdagangan Orang merupakan kejahatan berat yang melanggar Hak Asasi Manusia. Karena sulitnya mencari lapangan pekerjaan, serta padatnya populasi sumber daya manusia juga masih rendahnya pendidikan menjadikan banyaknya korban tindak pidana perdagangan orang. Tindak Pidana Perdagangan Orang diatur dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental atau kerugian ekonomi. Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 disebutkan jika korban memiliki hak untuk dilindungi. Dalam perkara pada putusan Nomor 536/PID.B/2019/PN.BDG permasalahan yang akan di bahas adalah perlindungan hukum, serta hak korban perdagangan orang untuk mendapatkan haknya yang telah diatur dalam Undang Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang perubah atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis dan metode analisis data yang digunakan dalam penulisan ini yaitu analisis deskriptif kualitatif. Berdasarkan fakta selama persidangan, Majelis Hakim tidak menyinggung tentang hak korban, karena dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 menyebutkan jika korban ingin mendapatkan haknya maka korban harus mengajukannya dengan inisiatif sendiri atau atas permintaan pejabat berwenang pada LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban).